Jumat, 24 September 2010

Pengaruh Obesitas Pada Tingkat Kecerdasan Anak

Obesitas atau kelebihan berat badan dapat menyebabkan berbagai efek negatif untuk kesehatan. Gangguan pernapasan atau asma berisiko lebih besar dialami anak yang mengalami obesitas. Anak-anak yang masih lugu tentu tidak memahami bahaya ini. Maka, merupakan tanggung jawab orang-tua menjaga agar anak mereka tetap sehat. Orang-tua harus mengetahui apa penyebab obesitas dan bagaimana cara mencegah atau mengatasi masalah obesitas anak.

Selain itu, anak-anak dengan kelebihan berat badan atau kegemukan juga dapat mengalami kesulitan bergerak dan terganggu pertumbuhannya karena timbunan lemak yang berlebihan pada organ-organ tubuh yang seharusnya berkembang. Belum lagi efek psikologis yang dialami anak, misalnya ejekan dari teman-teman sekelas pada anak-anak yang telah bersekolah.

Pada anak dengan Obesitas, konsekwensi yang paling luas adalah psikososial. Anak laki-laki maupun perempuan dengan obesitas merasa dirinya berbeda dari orang pada umumnya karena kelebihan berat badannya dan merasa tidak puas dengan dirinya. Remaja dengan obesitas sering mengalami depresi dan tidak percaya diri sedangkan pada anak usia prasekolah lebih sering mengalami distress emosional dan gejala psikiatrik.

Kematangan sosial merupakan suatu evolusi perkembangan prilaku, sehingga nantinya seorang anak dapat mengekspresikan pengalamannya secara utuh dan dia belajar secara bertahap untuk meningkatkan kemampuannya untuk mandiri, bekerjasama dengan orang lain dan bertanggungjawab terhadap kelompoknya. Oleh karena itu kematangan sosial erat kaitanya dengan keberhasilan dan kebahagian pada masa anak dan masa kehidupan selanjutnya.

Selain itu anak dengan obesitas atau kegemukan bisa menurunkan tingkat kecerdasannya, karena aktivitas dan kreativitas anak menjadi menurun, dan kemudian dengan kelebihan berat badan cenderung akan malas.

Penyebab Obesitas

1. Faktor genetik: merupakan faktor keturunan dari orang-tua, dimana bila ayah atau ibu memiliki kelebihan berat badan, hal ini dapat diturunkan pada anak.

Adanya perdebatan obesitas akibat faktor genetik, berdasarkan hasil penelitian Badan Internasional Obeysitas Task Force (ITF) dari badan WHO yang mengurusi anak yang kegemukan, 99 persen anak obesitas karena faktor lingkungan, sedangkan yang dianggap genetik biasanya bukan genetik tetapi akibat faktor lingkungan.

Faktor lingkungan ini, dipengaruhi oleh aktivitas dan pola makan orang tua anak, misal pola makan bapak dan ibunya tidak teratur menurun pada anak, karena dilingkungan itu tidak menyediakan makanan yang tinggi energi, bahkan aktivitas dalam keluarga juga tidak mendukung.

2. Makanan cepat saji dan makanan ringan dalam kemasan: maraknya restoran cepat saji merupakan salah satu faktor penyebab. Anak-anak sebagian besar menyukai makanan cepat saji atau fast food bahkan banyak anak yang akan makan dengan lahap dan menambah porsi bila makan makanan cepat saji. Padahal makanan seperti ini umumnya mengandung lemak dan gula yang tinggi yang menyebabkan obesitas. Orang-tua yang sibuk sering menggunakan makanan cepat saji yang praktis dihidangkan untuk diberikan pada anak mereka, walaupun kandungan gizinya buruk untuk anak. Makanan cepat saji meski rasanya nikmat namun tidak memiliki kandungan gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Itu sebabnya makanan cepat saji sering disebut dengan istilah junk food atau makanan sampah. Selain itu, kesukaan anak-anak pada makanan ringan dalam kemasan atau makanan manis menjadi hal yang patut diperhatikan.

3. Minuman ringan: sama seperti makanan cepat saji, minuman ringan (soft drink) terbukti memiliki kandungan gula yang tinggi sehingga berat badan akan cepat bertambah bila mengkonsumsi minuman ini. Rasa yang nikmat dan menyegarkan menjadikan anak-anak sangat menggemari minuman ini.

4. Kurangnya aktivitas fisik: masa anak-anak identik dengan masa bermain. Dulu, permainan anak umumnya adalah permainan fisik yang mengharuskan anak berlari, melompat atau gerakan lainnya. Tetapi, hal itu telah tergantikan dengan game elektronik, komputer, Internet, atau televisi yang cukup dilakukan dengan hanya duduk di depannya tanpa harus bergerak. Hal inilah yang menyebabkan anak kurang melakukan gerak badan sehingga menyebabkan kelebihan berat badan.

Anak yang mengalami obesitas sebenarnya bisa dideteksi secara dini, bahkan ketika orang tuanya sedang hamil bisa diketahui melalui berat badan normal rata-rata antara 7-14 kilogram, tetapi jika melebihi angka 14 kilogram bisa dianggap sebagai obesitas.

Penanganan Obesitas.

Menurut perhimpunan Studi Obesitas Indonesia atau Indonesian Society for the Study of Obesity, penanganan kegemukan dilaksanakan berpedoman pada lima prinsip yaitu:

1. Motivasi: motivasi sangat diperlukan dalam upaya memulihkan percaya diri pada anak serta dalam upaya penurunan berat badan hingga berat badan anak menjadi idel.

2. Pengaturan diet: Pembatasan diet pada usia dini akan mempermudah penurunan berat badan. Carilah makanan yang rendah kalori. Mulailah hari kita hanya dengan mengonsumsi setengah dari porsi makan Anda sehari-hari. Semua porsi yang kita makan dikurangi separoh. Itu saja. Jangan lupa pula membatasi makanan manis, asin, dan lemak. Tetapi harus diingat, jangan sampai kebablasan mengatasi kegemukan. Anjuran WHO, jumlah penurunan massa tubuh yang baik dan aman adalah sekitar setengah hingga 1 kg per minggu.

3. Pola hidup sehat: selain pengaturan diet, berolahraga secara rutin dengan baik dan benar serta banyak melakukak aktifitas akan sangat banyak membantu.

4. Terapi kedokteran: dengan terapi anak obesitas akan diberikan penanganan yang baik dan benar. Baik berupa obat-obatan, konsultasi psikologi dan kesehatan maupun terapi khusus yang lainnya.

5. Pembedahan: Pembedahan berupa pengambilan lemak perut (omentum) dilakukan jika seseorang telah memiliki BMI sama atau lebih dari 40. Selain itu bisa juga dilakukan pada BMI kurang dari 35 jikalau telah memiliki penyakit yang bisa mengancam jiwa akibat berat tubuh berlebihan.

2 komentar:

  1. Di jaman sekarang pola makanan cepat saji memang tidak bisa dielakkan. Tapi paling tidak kita bisa memilah-milah hidangan cepat saji yang tetap sehat untuk tubuh.

    BalasHapus
  2. tulisan di atas sumbernya dari mana ya? perlu nih..

    BalasHapus