Down syndrome (DS) merupakan suatu bentuk kelainan kromosom yang paling sering terjadi. Normalnya, tubuh manusia memiliki miliaran sel yang memiliki pusat informasi genetik di kromosom. Sebagian besar sel tubuh manusia mengandung 23 pasang kromosom (total 46 kromosom). Hanya sel reproduksi, yang masing-masing memiliki 23 kromosom tanpa pasangan. Dalam kasus DS, kromosom nomor 21 jumlahnya tidak sepasang, melainkan tiga (trisomi-21). Jumlah kromosom yang tidak normal tersebut bisa ditemukan di seluruh sel (pada 92 persen kasus) atau di sebagian sel tubuh.
Akibat jumlah kromosom 21 yang berlebihan tersebut, terjadi guncangan sistem metabolisme di sel yang berakibat munculnya DS. Dari hasil penelitian, 88 persen kromosom 21 tambahan tersebut berasal dari ibu, akibat kesalahan pada proses pembentukan ovum. Delapan persen lagi berasal dari ayah, dan dua persen akibat penyimpangan pembelahan sel setelah pembuahan.
Dari penelitian terbukti pula, DS yang diturunkan dari orang tua hanya lima persen dari keseluruhan kasus. Kesalahan penggandaan kromosom 21 tersebut juga bukan karena penyimpangan perilaku orang tua ataupun lingkungan.
Dalam beberapa kasus, terlihat bahwa umur wanita terbukti berpengaruh besar terhadap munculnya DS pada bayi yang dilahirkannya. Kemungkinan wanita berumur 30 tahun melahirkan bayi dengan DS adalah 1:1000. Sedangkan jika usia kelahiran adalah 35 tahun, kemungkinannya adalah 1:400. Hal ini menunjukkan. Angka kemungkinan munculnya DS makin tinggi sesuai usia ibu saat melahirkan.
Karena itu, disarankan agar ada pemeriksaan prenatal pada ibu berumur lebih dari 35 tahun untuk memastikan apakah janin memiliki kelainan atau tidak. Sebab, semakin dini DS terdeteksi, maka semakin besar pula kesempatan untuk memperbaiki keadaan sang penderita.
Tanda-tanda down syndrome
Untuk mendeteksi adanya DS secara dini pada anak, sebenarnya bukan suatu hal yang sulit. Kartena penderita DS punya karakteristik fisik yang khas. Pada wajah, yang paling khas adalah bentuk mata yang miring dan tidak punya lipatan di kelopak lipatan berada disudut bagian tengah (epicanthal folds). Selain itu, hidung mereka cenderung lebih kecil dan datar. Ini tak jarang diikuti dengan saluran pernapasan yang kecil pula, sehingga mereka sering kesulitan bernapas.
Seperti juga hidung, ukuran mulut mereka pun seringkali lebih kecil dengan lidah tebal dan pangkal mulut yang cenderung dangkal (macroglossia). Di samping itu, otot mulut mereka juga kerap lemah, sehingga menghambat kemampuan bicarai. Pertumbuhan gigi geligi mereka pun lambat dan tumbuh tak beraturan. Gigi yang berantakan ini juga menyulitkan pertumbuhan gigi permanen.
Letak telinga mereka rendah dengan ukuran kanal telinga yang kecil, sehingga mudah terserang infeksi. Rambut mereka lemas, tipis, dan jarang. Bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar. Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput
Di samping dari tampilan wajah, DS juga dapat diamati dari anggota tubuh lain, seperti tangan dan kaki. Tangan mereka lebih kecil dan jari-jari yang pendek dan kelingking yang bengkok. Bila pada kelingking normal memiliki tiga ruas tulang. Maka pada penderita DS, ruas kedua jari kelingking mereka kadang tumbuh miring atau malah tidak ada sama sekali.
Selain itu, di telapak tangan mereka terdapat garis melintang yang disebut simian crease. Garis tersebut juga terdapat di kaki mereka, yaitu di antara telunjuk dan ibu jari yang jaraknya cenderung lebih jauh dari pada kaki orang normal. Keadaan telunjuk dan ibu jari yang berjauhan itu disebut juga sandal foot. Dengan diketahuinya gejala fisik tersebut, diharapkan orang tua, bidan atau dokter sudah dapat mendeteksi adanya kemungkinan DS pada anak sehingga DS bisa ditangani lebih dini.
Tindakan pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 35 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.
Bagaimana Menyikapi anak down syndrome
Meski anak-anak down syndrome memiliki keterbatasan, mereka tetap mampu berprestasi. Anak sindrom down mempunyai potensi tau bakat yang relatif sama dengan anak normal lainnya. Dengan intervensi dini dan melatihnya secara telaten, anak dapat diajarkan berbagai hal antara lain: balet/menari, bermain piano atau alat musik lainnya, melukis, bermain sandiwara, kerajinan tangan dsb.
Anak dengan down sindrom harus mendapat perlakuan dan pemenuhan kasih sayang layaknya anak yang lain. Berikan kesempatan yang sama untuk anak bertumbuh dan berkembang. Anak tidak perlu diisolir atau diproteksi berlebihan, anak harus bersosialisasi dengan lingkungannya. Karena itu, anak-anak down syndrome perlu perhatian, dampingi, dan jangan disisihkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar