Selasa, 21 September 2010

Mengenal Lebih Lanjut Prilaku Self Injury

Self injury merupakan kelainan psikologis yang jarang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari bukan karena jumlah kasus ini sedikit namun karena kasus-kasus yang ada merupakan suatu "fenomena gunung es". Saat ini terdapat kecenderungan semakin meningkatnya jumlah remaja dan dewasa muda yang melakukan self injury sehingga topik ini harus dipahami dengan lebih baik. Seringkali kasus self injury menimbulkan kesulitan baik untuk pelaku sendiri maupun terhadap psikiater yang bertugas menjadi terapisnya. Jika tidak ditangani secara tepat maka self injury dapat berubah menjadi usaha bunuh diri yang nyata.

Self injury (menyakiti/melukai diri sendiri) dapat didefinisikan sebagai tindakan mutilasi (mencacati) pada tubuh atau bagian tubuh dengan sengaja, tidak dengan tujuan bunuh diri tetapi sebagai suatu cara untuk melampiaskan emosi-emosi yang terlalu menyakitkan untuk diekspresikan dengan kata-kata. Self injury dapat berupa mengiris, menggores kulit atau membakarnya, atau mememarkan tubuh lewat kecelakaan yang sudah direncanakan sebelumnya. Dalam kasus-kasus yang lebih ekstrim mereka bahkan mematahkan tulang-tulang mereka sendiri, memakan barang-barang yang berbahaya, mengamputasi tubuh mereka sendiri, atau menyuntikkan racun ke dalam tubuh.

Self injury berkaitan dengan riwayat trauma dan kekerasan di masa lalu, gangguan makan, atau biasanya dapat ditemui pada seseorang dengan ciri kepribadian tertentu seperti memiliki kepercayaan diri yang rendah atau memiliki perfeksionisme yang tinggi. Terdapat korelasi statistik yang positif antara self injury dan riwayat kekerasan emosional.

Walaupun perilaku ini nampaknya ekstrim namun sebenarnya kita tetap dapat melihat perilaku self injury dalam kelompok masyarakat yang 'sehat'. Misalnya menggigiti kuku, memencet jerawat, atau menggaruk bekas gigitan nyamuk sampai berdarah. Ada banyak juga orang-orang yang rela mengikuti diet hingga kelaparan hanya supaya dapat memakai celana ukuran tertentu. Jadi harus diperhatikan bahwa sebenarnya banyak orang yang melakukannya namun yang harus diperhatikan adalah bila kegiatan ini sudah membutuhkan perhatian khusus.

Terdapat beberapa tipe self injury yaitu antara lain:

1. Major self-mutilation

Didefinisikan sebagai melakukan tindakan yang secara signifikan menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki seperti semula pada organ-organ besar tubuh misalnya saja memotong tungkai atau mencungkil mata. Jenis self injury ini biasanya dilakukan oleh seseorang yang menderita psikosis.

2. Streotypic self injury

Merupakan bentuk self injury yang lebih ringan namun sifatnya lebih berulang. Self injury tipe ini biasanya meliputi perilaku berulang seperti membenturkan kepala pada lantai. Individu yang melakukannya biasanya memiliki kelainan saraf seperti autisme atau sindroma Tourette.

3. moderate/superficial self-mutilation.

Moderate/superficial self mutilation sendiri masih memiliki tiga buah subtipe yaitu episodik, repetitif, dan kompulsif. Tipe kompulsif secara mendasar memiliki kesamaan dengan gangguan psikologis seperti gangguan obsesif-kompulsif. Tipe ini biasanya lebih kurang disadari oleh pelakunya dan biasanya bukan dilakukan untuk mencapai pelepasan namun lebih sebagai kompulsi. Sedangkan self injury yang bersifat repetitif dan episodik bervariasi pada banyak cara. Keduanya terjadi pada episode di mana self injury bermanifestasi pada waktu-waktu yang spesifik. Sedangkan pada pelaku self injury tipe moderate/superficial self mutilation yang bersifat repetitif, self injury sudah dianggap sebagai bagian yang krusial dari kepribadian mereka dan mereka menunjukan dirinya dengan melakukan self injury.

Gambaran yang umumnya didapatkan dari seorang pelaku self injury adalah sebagai berikut :

a. Sangat tidak menyukai dirinya sendiri.

b. Hipersensitif terhadap penolakan.

c. Memiliki kemarahan kronis, biasanya terhadap diri sendiri.

d. Bertendensi menekan kemarahan.

e. Memiliki tingkat perasaan agresif yang tinggi di mana umumnya pelaku tidak menunjukannya dan cenderung merepresi perasaan tersebut.

f. Lebih impulsif dan pengendalian impulsnya terganggu.

g. Bertendensi tidak memiliki rencana untuk masa depannya.

h. Umumnya depresi dan merusak dirinya sendiri atau melakukan usaha bunuh diri.

i. Mengidap kecemasan yang kronis.

j. Sering mengalami iritabilitas.

k. Tidak memiliki kemampuan mekanisme coping yang baik.

l. Tidak sadar bahwa mereka memiliki kontrol yang besar untuk bertahan hidup.

m. Bertendensi untuk menghindar.

n. Tidak menyadari bahwa mereka memiliki kekuasaan atas dirinya.

Self-injury memiliki beberapa karakteristik yang sama dengan adiksi. Si penderita merasakan dorongan yang tak terkendali untuk melakukan perilaku menyakiti dirinya sendiri, yang semakin lama semakin sering agar dapat merasakan efek yang ditimbulkan kemudian yaitu timbulnya ketenangan dan redanya ketegangan. Para pelaku self-injury mengalami dorongan untuk mencacati diri paling tidak sama kuatnya dengan dorongan seorang perokok berat untuk merokok.

2 komentar:

  1. artikelnya tidak bisa di copy ya???

    BalasHapus
  2. Bisa silahkan kalau mau mengopy artikelnya....asal dicantumkan sumbernya

    BalasHapus