Jumat, 08 Oktober 2010

Mengenal Lumpuh Otak atau Cerebral Palsy (CP) Pada Anak

Cerebral palsy menurut artinya berasal dari kata cerebral atau cerebrum yang artinya otak, dan palsy artinya kekakuan. Dimana anak yang menderita Cerebral palsy dapat mengalami gangguan syaraf permanen yang mengakibatkan anak terganggu fungsi motorik kasar, motorik halus, juga kemampuan bicara dan gangguan lainnya. Karena Cerebral palsy berpengaruh pada fungsi koordinasi otot, maka gerakan sederhana sekalipun seperti berdiri tegak akan menjadi sangat sulit. Fungsi vital lainnya yang berkaitan dengan fungsi otot dan kemampuan motorik seperti bernafas, makan, belajar juga ikut terpengaruh jika anak menyandang Cerebral palsy.

Cerebral palsy (CP) pertama kali diperkenalkan oleh William John Little (1843), yang menyebutnya dengan istilah Cerebral Diplegia, sebagai akibat prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah Cerebral Palsy.

Walaupun sulit, penyebab Cerebral palsy perlu diketahui untuk tindakan pencegahan. Fisioterapi dini memberi hasil baik, namun adanya gangguan perkembangan mental dapat menghalangi tercapainya tujuan pengobatan. Winthrop Phelps menekankan pentingnya pendekatan multi disiplin dalam penanganan penderita Cerebral palsy, seperti disiplin anak, saraf, mata, THT, bedah tulang, bedah saraf, psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja sosial, guru sekolah Iuar biasa. Di samping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan masyarakat.

Penyebab Cerebral palsy.

Hingga kini belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan kasus-kasus terjadinya Cerebral palsy. Namun diketahui bahwa anak-anak yang beresiko tinggi menyandang Cerebral palsy adalah para bayi prematur, bayi yang sangat kecil yang tidak menangis lima menit setelah kelahiran, bayi yang harus berada dalam ventilator selama lebih dari empat minggu, dan bayi yang mengalami pendarahan otak.

Bayi yang mengalami kegagalan fungsi organ bawaan, seperti jantung atau ginjal, juga beresiko mengalami Cerebral palsy, mungkin dikarenakan mereka juga mengalami kegagalan fungsi otak. Kejang-kejang pada bayi yang baru lahir juga mempertinggi resiko Cerebral palsy.

Selain itu, banyak kasus-kasus Cerebral palsy merupakan akibat adanya mesalah yang terjadi pada saat kehamilan, dimana terjadi kerusakan otak pada jabang bayi atau otak si bayi tidak berkembang secara normal. Hal ini bisa dikarenakan adanya infeksi, masalah kesehatan pada saat kehamilan, atau hal lain yang berkaitan dengan usaha oksigen menuju otak fetal bayi. Masalah yang terjadi pada saat melahirkan juga dapat mengakibatkan Cerebral palsy pada beberapa kasus

Kerusakan otak pada masa kanak-kanak juga bisa mengakibatkan Cerebral palsy. Bayi atau balita mengalami kondisi ini akibat keracunan, bakteri meningitis, kurang nutrisi, terguncang saat masih kecil (sindrom bayi terguncang), atau akibat mengalami kecelakaan mobil saat kondisi fisiknya masih rapuh.

Beberapa peneliti melalui pengamatannya mengemukakan bahwa terdapat beberapa keadaan yang meningkatkan kemungkinan terjadinya CP, yang disebut sebagai faktor resiko, yaitu :

* Letak sungsang
* Komplikasi persalinan dan kelahiran
* Skor Apgar yang rendah
* Berat badan lahir rendah dan prematuritas
* Kelahiran kembar
* Kelainan sistem saraf, misal lahir dengan ukuran kepala lebih kecil dari normal
* Perdarahan pada saat kehamilan
* Ibu menderita hipertiroid, retardasi mental atau kejang
* Kejang pada bayi baru lahir.

Tanda dan gejala

Pola / tipe gangguan motorik pada Cerebral palsy (CP) ada beberapa kelompok yang secara umum, berdasarkan klinik dapat dibedakan sebagai berikut :

* Monoplegi, kelemahan pada satu anggota gerak
* Hemiplegi, kelemahan pada anggota gerak atas (lengan) dan bawah (tungkai) pada satu sisi
* Paraplegi, kelemahan pada kedua tungkai
* Quadriplegi, kelemahan pada seluruh anggota gerak (lengan dan tungkai) yang sama beratnya
* Diplegia, kelemahan pada seluruh anggota gerak (lengan dan tungkai) dimana lengan lebih ringan daripada tungkai.

Masih terdapat perbedaan pendapat antara beberapa ahli dalam hal pengelompokan ini secara universal, namun hal ini tidak mempengaruhi dalam diagnosis dan pengelolaannya yang artinya bahwa diagnosis dan intervensi ditentukan berdasarkan temuan klinis yang ada.

Kelemahan pada CP pada umumnya bersifat "kaku" (spastik) (7% - 80%) hal ini sesuai dengan gangguan otak yang mengelola fungsi motorik. Selain tipe yang "kaku" dapat juga dijumpai adanya gangguan gerak yaitu terdapat gerakan-gerakan tak terkendali (athetosis) atau gerakan yang terpaku (distonia) yang djumpai pada 10% - 20% penderita CP. Bila daerah otak kecil yang terganggu akan ditemukan gejala gangguan keseimbangan (ataksia) yang dijumpai pada 5% - 10% penderita CP. Namun seringkali ditemukan CP yang bentuk campuran, mungkin antara bentuk "kaku" (spastik) dengan athetosis atau ataksia atau bentuk kombinasi yang lain.

Spektrum gangguan motorik pada CP adalah bervariasi mulai dari yang ringan sampai berat. Tentu saja akan lebih mudah mendeteksi bila dijumpai secara klinik adanya kelainan neurologis dan atau kelainan medis lain secara nyata (derajat sedang sampai berat) daripada yang derajat ringan. Bentuk yang ringan seringkali tidak jelas secara pemeriksaan klinis (subklinis) seringkali dijumpai adanya penyimpangan dan keterlambatan perkembangan motorik. Sehingga perlu diwaspadai kemungkinan CP bila dijumpai adanya perkembangan motorik yang terlambat atau tidak sesuai dengan yang umum (menyimpang).

Contoh keterlambatan perkembangan motorik antara lain :

* Belum dapat tengkurap dari posisi terlentang sampai umur 8 bulan
* Tidak dapat duduk sampai umur 16 bulan
* Tidak dapat merambat sampai 16 bulan
* Tidak dapat berjalan sampai umur 18 bulan

Contoh penyimpangan perkembangan motorik:

* Bayi yang merangkak sebelum duduk
* Bayi yang dalam posisi terlentang ditarik kedua tanganya, ia tidak duduk tapi langsung berdiri.
* Kadang-kadang ditemukan anak yang berjalan dengan ujung jari kaki, terutama 2 tahun pertama, hal ini dapat normal dan dapat abnormal.

Gejala lain yang sering membuat problema adalah kontrol yang buruk pada otot-otot mulut dan lidah sehingga sering "ngeces" yang dapat menyebabkan iritasi kulit yang juga berdampak sosial akan terisolir dari kelompoknya . Kesulitan makan dan mengunyah akibat gangguan motorik pada mulut, menyebabkan asupan makanan yang buruk yang menyebabkan pertumbuhan gizi tak tercukupi, sehingga menyebabkan rentan terhadap infeksi, gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Gangguan medis lain.

Banyak penderita CP yang tidak dijumpai adanya gangguan medis lain yang menyertai, namun demikian gangguan yang melibatkan otak dan mengakibatkan kerusakan fungsi motorik dapat menyebabkan kejang dan gangguan perkembangan intelektual, pemusatan perhatian, aktifitas dan perilaku serta penglihatan dan pendengaran.

Gangguan medis yang dihubungkan dengan CP adalah:

Gangguan mental, pada umumnya dijumpai pada kelompok tipe kaku yang kuadriplegi. Sepertiga dengan gangguan mental ringan, sepertiga gangguan mental sedang sampai berat dan yang sepertiga sisanya tanpa gangguan mental (normal).

Kejang atau Epilepsi, hampir 50% penderita CP disertai kejang. Bila kejang terjadi tanpa ada pemicu seperti demam, disebut epilepsi. Jenis epilepsi dapat bervariasi munkin dapat berupa kejang seluruh tubuh (kejang umum) atau kejang parsial (tidak seluruh tubuh), Seringkali pada pemeriksaan EEG (rekam otak) dijumpai ada kelainan.

Problem pertumbuhan dan perkembangan, derajat gangguan pertumbuhan mulai dari ringan sampai berat, seringkali dijumpai pada tipe kaku kuadriplegi.

Gangguan pendengaran dan penglihatan, sebagian penderita CP mengalami juling (strabismus), dimana mata tidak dalam satu posisi akibat perbedaan pada otot mata kiri dan kanan. Bila tidak ditangani akan mengganggu fungsi penglihatan. Pada beberapa kasus perlu dilakukan tindakan operasi untuk koreksi strabismus. Pada anak CP tipe hemiplegia biasanya mengalami gangguan penglihatan sesisi (hemianopia) sehingga anak akan melihat dengan baik pada pandangan lurus, namun tidak dapat melihat pada pandangan samping dari mata yang mengalami kelainan tersebut. Ganguan pendengaran lebih sering terjadi pada penderita CP daripada populasi pada umumnya.

Sensasi dan persepsi abnormal, pada anak dengan CP dapat mengalami gangguan untuk merasakan sensasi sederhana seperti raba atau nyeri. Mereka juga mengalami kesulitan identifikasi obyek dengan meraba (stereognosia), sehingga mereka sulit mengalami suatu obyek ditangannya tanpa melihat obyek tersebut.

Terapi pada Cerebral palsy.

Tujuan terapi pada penderita CP memperbaiki kemampuan anak sehingga dapat menjalani hidup mendekati kehidupan normal. Tidak ada standar terapi yang ditetapkan. Sehingga pengelolaan ini dilakukan oleh tim kerja profesional dibidangnya. Anggota tim tersebut dapat meliput :

* Dokter (spesialis saraf, spesialis anak, spesialis bedah tulang , spesialis jiwa) dsb.
* Fisiotherapis
* Okupasitherapis
* Speech therapis (terapi wicara)
* Pekerja sosial
* Psikolog.

Orang tua penderita dan keluarga atau pengasuhnya merupakan anggota utama dalam tim, dan mereka akan terlibat langsung semua perencanaan, membuat keputusan dan penerapan/pelaksanaan terapi yang akan dilakukan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan keluarga merupakan hal yang penting bagi seorang anak penderita CP untuk dapat mencapai keberhasilan terapi dalam waktu jangka panjang. Sehingga membantu anak CP dapat mencapai usia lebih dewasa dengan seminimal mungkin ketergantungan terhadap orang lain.

Jenis terapi yang dilakukan

1. Rehabilitasi Medik

Tujuan utama adalah untuk memperbaiki pola gerakan, fungsi bicara dan bahasa serta tugas-tugas praktis sehari-hari.

* Fisioterapi (terapi fisik), Terapi Fisik biasanya dimulai pada usia satu tahun, dan dengan tujuan utama mencegah kelemahan dan gangguan pada otot yang dapat menyebabkan pengecilan otot akibat tidak dilakukan aktivitas dan memperbaiki atau menghilangkan kontraktur yang akan menyebabkan otot menjadi kaku dan dalam posisi abnormal. Kontraktur merupakan.komplikasi yang paling banyak terjadi pada anak CP. Tujuan yang lain adalah memperbaiki perkembangan motoriknya.

* Terapi okupasi, anak akan dilatih untuk melakukan kegiatan sehari-had seperti makan, minum, berpakaian, atau mandi, sehingga mengurangi ketergantungan terhadap pengasuhnya.

* Terapi wicara, membantu anak mempelajari berkomunikasi secara bervariasi tergantung tingkat gangguan bicara dan bahasanya

2. Terapi perilaku

Terapi ini dilengkapi terapi rehabilitasi, yang dilakukan oleh seorang psikolog. Bimbingan emosional dan psikologikal mungkin dibutuhkan pada setiap usia yang seringkali mengalami masa-masa sulit pada usia remaja sampai dewasa muda.

3. Terapi obat (medikamentosa)

Dokter biasanya memberikan pengobatan medikamentosa pada kasus-kasus CP yang disetai kejang yang bertujuan mencegah kejangnya. Obat lain yang mungkin diberikan adalah obat untuk mengontrol spastisitas (kekakuan otot) yang biasanya diberikan dalam rangka persiapan operasi. Bila terjadi gerakan-gerakan abnormal seringkali akan diberikan obat-obatan untuk mengontrol gerakan abnormal tersebut.

4. Terapi Okupasi

Operasi seringkali direkomendasikan bila terjadi kontraktur yang berat yang menyebabkan gangguan gerakan, terutama gerakan berjalan. Atau operasi untuk mengurangi spastisitasnya (kekakuan otot).

Artikel Yang Berkaitan

1. Muscular Dystrophy.

2. Anak Down Syndrom (Keterbelakangan Mental).
3. Progeria Penyakit Penuaan Dini.
4. Terapi Untuk Anak Autis.
5. Radang Tlinga Pada Anak.
6. Mengenal Alat Bantu Rehabilitas Untuk Anak Dengan Keterbatasan.

2 komentar:

  1. Pusat Terapi dan Tumbuh Kembang Anak (PTTKA) Rumah Sahabat Yogyakarta melayani deteksi dini anak berkebutuhan khusus dengan psikolog, terapi wicara, sensori integrasi, fisioterapi, behavior terapi, Renang& musik untuk anak berkebutuhan khusus, terapi terpadu untuk autism, ADD, ADHD, home visit terapi & program pendampingan ke sekolah umum. informasi lebih lanjut hubungi 0274 8267882

    BalasHapus
  2. Penanganan pada Fisioterapi tidak dimulai pada usia 1 tahun. melainkan segera mungkin apabila sudah dilihat gejala, untuk meminimalisir progresivitas dari CP.

    BalasHapus